ISTANA HATI
Wednesday, November 5, 2014
Sunday, November 2, 2014
Biografi KH.A. Wahid Hasyim
Pada
tahun 1939, NU menjadi anggota MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia), sebuah
badan federasi partai dan ormas Islam di zaman pendudukan Belanda. Saat
pendudukan Jepang yaitu tepatnya pada tanggal 24 Oktober 1943 beliau ditunjuk
menjadi Ketua Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) menggantikan MIAI.
Selaku pemimpin Masyumi beliau merintis pembentukan Barisan Hizbullah yang
membantu perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan. Selain terlibat dalam
gerakan politik, tahun 1944 beliau mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta
yang pengasuhannya ditangani oleh KH. A. Kahar Muzakkir. Menjelang kemerdekaan
tahun 1945 ia menjadi anggota BPUPKI dan PPKI.
Wahid
Hasyim meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan mobil di Kota Cimahi tanggal 19
April 1953.
K.
H. A. Wahid Hasyim dengan segudang pemikiran tentang agama, negara, pendidikan,
politik, kemasyarakatan, NU, dan pesantren, telah menjadi lapisan sejarah
ke-Islaman dan ke-Indonesiaan yang tidak dapat tergantikan oleh siapapun. Untuk
memperingati satu abad kelahiran K. H. A. Wahid Hasyim, diadakan serangkaian
acara di beberapa kota di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Rangkaian acara dimulai
dengan Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) mengenai Wahid Hasyim yang diikuti 260
makalah dari kategori santri/pelajar dan mahasiswa/umum dan akan diakhiri
dengan seminar nasional mengenai pemikiran politik Wahid Hasyim pada 25 Juni
2011.
Acara
yang digagas oleh Keluarga Besar K. H. A. Wahid Hasyim ini dilakukan sebagai
bentuk penghormatan dan mengangkat pemikiran – pemikiran K. H. A. Wahid Hasyim
tentang pembaharuan Islam Indonesia.
“Sebagaimana
pahlawan bangsa lainnya, kita harus menghormati dan mengangkat nilai
perjuangannya. Demikian juga untuk Kiai Wahid, karena ada nilai kejuangan dan
peran menonjol dari dirinya untuk kemerdekaan, sebagai tokoh brilian yang
progresif bahkan memberi nilai baru pada Departemen Agama.” Ungkap Ketua Umum
Panitia Pelaksana Satu Abad K. H. A. Wahid Hasyim, Aisyah Hamid Baidlowi.
Biografi Abikusno Tjokrosujoso
Adalah Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum pertama Indonesia.Ia
merupakan tokoh Partai Syariat Islam Indonesia (PSII) dan merupakan salah satu
penandatangan piagam jakarta.Beliau juga ikut andil dalam perumusan Pancasila.
SEJARAH DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
Departemen Perhubungan telah ada sejak Periode awal Kemerdekaan Indonesia yang dibentuk berdasarkan periode Kabinet Republik Indonesia :
1. Kabinet
Presidensiil : 2 September 1945 s.d. 14 November 1945
* Menteri Perhubungan adalah Abikusno Tjokrosujono.
* Menteri Perhubungan adalah Abikusno Tjokrosujono.
2. Kabinet
Sjahrir ke I : 14 Nopember 1945 s.d. 12 Maret 1946
* Menteri Perhubungan adalah Ir. Abdulkarim.
* Menteri Perhubungan adalah Ir. Abdulkarim.
3. Kabinet
Sjahrir ke II : 12 Maret 1945 s.d. 2 Oktober 1946
* Menteri Perhubungan adalah Ir. Abdulkarim
* Menteri Muda Perhubungan adalah Ir. Djuanda
4. Kabinet Sjarir ke III : 2 Oktober 1946 s.d. 3 Juli 1947
* Menteri Perhubungan adalah Ir. Djuanda
* Menteri Muda Perhubungan adalah Ir. Djuanda
* Menteri Muda Perhubungan adalah Setiadjid
5. Kabinet Amir Sjarifudin ke I : 3 Juli 1947 s.d. 20 Januari 1948
* Menteri Perhubungan adalah Ir. Djuanda
* Menteri Perhubungan adalah Ir. Abdulkarim
* Menteri Muda Perhubungan adalah Ir. Djuanda
4. Kabinet Sjarir ke III : 2 Oktober 1946 s.d. 3 Juli 1947
* Menteri Perhubungan adalah Ir. Djuanda
* Menteri Muda Perhubungan adalah Ir. Djuanda
* Menteri Muda Perhubungan adalah Setiadjid
5. Kabinet Amir Sjarifudin ke I : 3 Juli 1947 s.d. 20 Januari 1948
* Menteri Perhubungan adalah Ir. Djuanda
Kahar Muzakkar
Bernama Lengkap Abdul Kahar Muzakkar atau Abdul Qahhar
Mudzakkar; lahir di Lanipa, Kabupaten Luwu, 24 Maret 1921 – meninggal 3
Februari 1965 pada umur 43 tahun; nama kecilnya Ladomeng) adalah seorang figur
karismatik dan legendaris dari tanah Luwu, yang merupakan pendiri Tentara Islam
Indonesia di Sulawesi. Ia adalah seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia
(TNI) yang terakhir berpangkat Letnan Kolonel atau Overste pada masa itu.
Ia tidak menyetujui kebijaksanaan pemerintahan
presiden Soekarno pada masanya, sehingga balik menentang pemerintah pusat
dengan mengangkat senjata. Ia dinyatakan pemerintah pusat sebagai pembangkan
dan pemberontak. Pada awal tahun 1950-an ia memimpin para bekas gerilyawan
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara mendirikan TII (Tentara Islam Indonesia)
kemudian bergabung dengan Darul Islam (DI), hingga di kemudian hari dikenal
dengan nama DI/TII di Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Pada tanggal 3 Februari 1965, melalui Operasi
Tumpas, ia dinyatakan tertembak mati dalam pertempuran antara pasukan TNI dari
satuan Siliwangi 330 dan anggota pengawal Kahar Muzakkar di Lasolo. Namun tidak
pernah diperlihatkan pusaranya, mengakibatkan para bekas pengikutnya
mempertanyakan kebenaran berita kejadiannya. Menurut kisah, jenazahnya
dikuburkan di Kilometer 1 jalan raya Kendari.
Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian
disusul oleh pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada
tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan dua brigade dan satu batalion di
antaranya adalah Brigade Mataram yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto.
Kapten Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan Militer di Yogyakarta untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dan
ada pula yang mengatakan bahwa andi aziz telah meninggal dunia karena di tembak
oleh Suharto tetapi untuk sebahagian masyarakat Sulawesi Selatan ada pula yang
mempercayai bahwa beliau tidak di tangkap dan tidak di tembak
mati pernyataan ini saya kutip ketika berdiskusi dengan salah seorang
tokoh pemberontak yang masih hidup saat ini dan mengeluarkan stated bahwa kahar
muzakkar masih hidup kalau di tembak karena memiliki ilmu kebal (Metafisik),
dan juga ada stated yang lain saya temukan ketika masuk ke sebuah perkampungan
di daerah Gowa Makassar yang menyatakan bahwa Kahar Muzakkar masih hidup dan
tinggal di dalam kampung ini dan sedang melakukan pergerakan.
Kini salah satu Putra Kahar Muzakkar, yakni Azis
Kahar Muzakkar yang juga anggota DPD RI akil Sulsel menjadi kandidat calon
Wakil Gubernur Sulsel Mendampingi Ilham Arif Sirajuddin Calon Gubernur Sulawesi
Selatan dari partai Demokrat.
Dr. Radjiman Wedyodiningrat
Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat,
dilahirkan di Yogyakarta, 21 April 1879. Ia adalah putra dari seorang penjaga
sebuah toko kecil di Yogyakarta bernama Ki Sutodrono dan ibunya adalah seorang
wanita berdarah Gorontalo. Meski bukan berasal dari kaum bangsawan, namun
semangat belajarnya sangat tinggi. Ia berhasil mengenyam pendidikan hingga ke negeri
Belanda, Perancis, Inggris dan Amerika. Ia berhasil memperoleh gelar dokternya
di negeri Belanda pada usia 20 tahun. Sedangkan gelar Kanjeng Raden Tumenggung
(KRT) ia peroleh dari Kesultanan Yogyakarta karena jasanya bertugas di sebuah
rumah sakit di Yogyakarta pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Dr. Radjiman Wedyodiningrat juga
merupakan tokoh pergerakan nasional, meski kiprahnya tak setenar Ir. Soekarno
ataupun Bung Hatta. Ia merupakan salah satu pendiri Boedi Oetomo dan sempat
menjadi ketua di tahun 1914-1915. Ia juga mewakili Boedi Oetomo menjadi anggota
dalam Volksraad bentukan Belanda sampai tahun 1931. Memiliki andil besar dalam
usaha mencapai kemerdekaan Indonesia dengan menjadi ketua Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Saat itu ia pernah menanyakan tentang
dasar negara Indonesia jika kelak telah merdeka dan dijawab Bung Karno dengan
uraiannya tentang pancasila. Uraian tersebut diyakini pernah ditulis Radjiman
Wedyodiningrat dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila yang pertama
tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi.
Dr. Radjiman Wedyodiningrat mulai
pindah ke Ngawi pada tahun 1934. Ia memilih menetap di Desa Dirgo, Kecamatan
Widodaren, Kabupaten Ngawi karena keprihatinannya melihat warga Ngawi yang
terserang penyakit pes. Sejak saat itu ia mengabdikan dirinya menjadi dokter
ahli penyakit pes. Selain itu dr. Radjiman juga pernah memberdayakan dukun bayi
di Ngawi untuk mencegah kematian ibu saat melahirkan dan juga bayinya. Ia
sangat peduli terhadap kesehatan masyarakat, terutama mereka yang tidak mampu.
Ia juga dikenal memiliki jiwa sosial yang tinggi.
Selain menjadi dokter, dr. Radjiman
Wedyodiningrat ternyata juga menyalurkan ilmunya kepada mereka yang
membutuhkan. Hal itu terbukti dengan sepak terjangnya mengajar anak-anak di
Dusun Dirgo yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena tidak adanya biaya.
Lokasi tempatnya mengajar saat itu telah dibangun sebuah Sekolah Dasar dan
sampai kini masih terdapat jejaknya, yaitu SD Negeri 3, 4, dan 5 Kauman.
Pada tanggal 20 September 1952, Dr.
Radjiman Wedyodiningrat menghembuskan napas terakhirnya di Dusun Dirgo,
Widodaren, Ngawi. Jenazahnya dimakamkan di Desa Mlati, Sleman, Yogyakarta,
berdekatan dengan makam dr. Wahidin Sudirohusodo, seorang yang telah
membesarkannya. Rumah kediaman dr. Radjiman Wedyodiningrat di Ngawi kini sudah
menjadi situs yang berusia 134 tahun. Rumah tersebut dulunya juga pernah
disinggahi Bung Karno dua kali semasa hidup dr. Radjiman Wedyodiningrat.
Biografi Haji Agus Salim
tidak begitu mulus. Dia pernah
dicurigai rekan-rekannya sebagai mata-mata karena pernah bekerja pada
pemerintah. Apalagi, dia tak pernah ditangkap dan dipenjara seperti
Tjokroaminoto. Tapi, beberapa tulisan dan pidato Agus Salim yang menyinggung
pemerintah mematahkan tuduhan-tuduhan itu. Bahkan dia berhasil menggantikan
posisi Tjokroaminoto sebagai ketua setelah pendiri SI itu meninggal dunia pada
1934.
Selain menjadi tokoh SI, Agus Salim juga merupakan salah satu pendiri Jong Islamieten Bond. Di sini dia membuat gebrakan untuk meluluhkan doktrin keagamaan yang kaku. Dalam kongres Jong Islamieten Bond ke-2 di Yogyakarta pada 1927, Agus Salim dengan persetujuan pengurus Jong Islamieten Bond menyatukan tempat duduk perempuan dan laki-laki. Ini berbeda dari kongres dua tahun sebelumnya yang dipisahkan tabir; perempuan di belakang, laki-laki di depan. ”Ajaran dan semangat Islam memelopori emansipasi perempuan,” ujarnya. Agus Salim pernah menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada akhir kekuasaan Jepang. Ketika Indonesia merdeka, dia diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Kepiawaiannya berdiplomasi membuat dia dipercaya sebagai Menteri Muda Luar Negeri dalam Kabinet Syahrir I dan II serta menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Hatta. Sesudah pengakuan kedaulatan Agus Salim ditunjuk sebagai penasehat Menteri Luar Negeri.
Dengan badannya yang kecil, di kalangan diplomatik Agus Salim dikenal dengan julukan The Grand Old Man, sebagai bentuk pengakuan atas prestasinya di bidang diplomasi.
Sebagai pribadi yang dikenal berjiwa bebas. Dia tak pernah mau dikekang oleh batasan-batasan, bahkan dia berani mendobrak tradisi Minang yang kuat. Tegas sebagai politisi, tapi sederhana dalam sikap dan keseharian. Dia berpindah-pindah rumah kontrakan ketika di Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta. Di rumah sederhana itulah dia menjadi pendidik bagi anak-anaknya, kecuali si bungsu, bukan memasukkannya ke pendidikan formal. Alasannya, selama hidupnya Agus Salim mendapat segalanya dari luar sekolah. ”Saya telah melalui jalan berlumpur akibat pendidikan kolonial,” ujarnya tentang penolakannya terhadap pendidikan formal kolonial yang juga sebagai bentuk pembangkangannya terhadap kekuasaan Belanda. Agus Salim wafat pada 4 November 1954 dalam usia 70 tahun.
Dalam teori komunikasi, pola berpikir seseorang dipengaruhi oleh latar belakang
Selain menjadi tokoh SI, Agus Salim juga merupakan salah satu pendiri Jong Islamieten Bond. Di sini dia membuat gebrakan untuk meluluhkan doktrin keagamaan yang kaku. Dalam kongres Jong Islamieten Bond ke-2 di Yogyakarta pada 1927, Agus Salim dengan persetujuan pengurus Jong Islamieten Bond menyatukan tempat duduk perempuan dan laki-laki. Ini berbeda dari kongres dua tahun sebelumnya yang dipisahkan tabir; perempuan di belakang, laki-laki di depan. ”Ajaran dan semangat Islam memelopori emansipasi perempuan,” ujarnya. Agus Salim pernah menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada akhir kekuasaan Jepang. Ketika Indonesia merdeka, dia diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Kepiawaiannya berdiplomasi membuat dia dipercaya sebagai Menteri Muda Luar Negeri dalam Kabinet Syahrir I dan II serta menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Hatta. Sesudah pengakuan kedaulatan Agus Salim ditunjuk sebagai penasehat Menteri Luar Negeri.
Dengan badannya yang kecil, di kalangan diplomatik Agus Salim dikenal dengan julukan The Grand Old Man, sebagai bentuk pengakuan atas prestasinya di bidang diplomasi.
Sebagai pribadi yang dikenal berjiwa bebas. Dia tak pernah mau dikekang oleh batasan-batasan, bahkan dia berani mendobrak tradisi Minang yang kuat. Tegas sebagai politisi, tapi sederhana dalam sikap dan keseharian. Dia berpindah-pindah rumah kontrakan ketika di Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta. Di rumah sederhana itulah dia menjadi pendidik bagi anak-anaknya, kecuali si bungsu, bukan memasukkannya ke pendidikan formal. Alasannya, selama hidupnya Agus Salim mendapat segalanya dari luar sekolah. ”Saya telah melalui jalan berlumpur akibat pendidikan kolonial,” ujarnya tentang penolakannya terhadap pendidikan formal kolonial yang juga sebagai bentuk pembangkangannya terhadap kekuasaan Belanda. Agus Salim wafat pada 4 November 1954 dalam usia 70 tahun.
Dalam teori komunikasi, pola berpikir seseorang dipengaruhi oleh latar belakang
hidup di lingkungannya. Seorang
tokoh yang berperan dalam gerakan moderen Islam di Indonesia, Agus Salim,
memiliki pola berpikir yang dipengaruhi oleh lingkungannya dalam hal
sosial-intelektual. Dia adalah anak dari pejabat pemerintah yang juga berasal
dari kalangan bangsawan dan agama. Jadi, sejak kecil ia hidup di lingkungan
yang penuh dengan nuansa-nuansa keagamaan. Setelah menyelesaikan studi sekolah
pertengahannya di Jakarta, dia bekerja untuk konsulat Belanda di Jeddah
(1906-1909). Di sini dia mempelajari kembali lebih dalam tentang Islam,
kendatipun dia memberi pengakuan: “meskipun saya terlahir dalam sebuah keluarga
Muslim yang taat dan mendapatkan pendidikan agama sejak dari masa kanak-kanak,
[setelah masuk sekolah Belanda] saya mulai merasa kehilangan iman.”
Walaupun demikian, tidak berarti bahwa Agus Salim adalah seorang yang anti-nasionalisme. Perjuangannya dalam mempersiapkan kemerdekaan bangsa kita adalah bukti bahwa dia adalah seorang yang berjiwa nasionalisme. Perjuangan Agus salim dalam meraih kemakmuran bagi rakyat Indonesia patut kita apresiasi bersama sebagai rasa syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, kenikmatan hidup saat ini yang kita rasakan di Indonesia tak lain dan tak bukan adalah hasil jerih payah dari para pejuang kemerdekan dan alangkah lebih baik apabila perjuangan mereka di masa lalu dapat kita hayati untuk merevitalisasi semangat dalam diri menggali secara konsisten khazanah-khazanah keislaman, kemoderenan, dan keindonesiaan.
Walaupun demikian, tidak berarti bahwa Agus Salim adalah seorang yang anti-nasionalisme. Perjuangannya dalam mempersiapkan kemerdekaan bangsa kita adalah bukti bahwa dia adalah seorang yang berjiwa nasionalisme. Perjuangan Agus salim dalam meraih kemakmuran bagi rakyat Indonesia patut kita apresiasi bersama sebagai rasa syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, kenikmatan hidup saat ini yang kita rasakan di Indonesia tak lain dan tak bukan adalah hasil jerih payah dari para pejuang kemerdekan dan alangkah lebih baik apabila perjuangan mereka di masa lalu dapat kita hayati untuk merevitalisasi semangat dalam diri menggali secara konsisten khazanah-khazanah keislaman, kemoderenan, dan keindonesiaan.
CONTOH PENULISAN BERITA
BERITA
Dikirim
oleh : Partono Larangan Kelurahan Kaliwiro
Ditujukan
kepada : Sanak saudara dan
handai tolan di:
1. Kelurahan
Kaliwiro Kecamatan Kaliwiro Kab Wonosobo
2. Kemutug Desa
Tirip Kec Wadaslintang Kab Wonosobo
3. Desa Gembongan
Kecamatan Sigaluh Kab Banjarnegara
4. Di mana saja
berada.
Isi B berita
: Telah meninggal dunia dengan tenang Nur
Hikmah Hari Selasa 8
Maret
2011 pukul 23.00 WIB di Rumah sakit Daerah Margono Sukaryo Purwokerto
karena sakit dalam usia 33 tahun.
Jenazah akan di kebumikan hari Rabu 9 Maret 2011 pukul 10.00 WIB di pemakaman
Larangan Kelurahan Kelurahan Kaliwiro.
Contoh Teks Berita Keluarga dalam
Bahasa Jawa (Radio Manggala FM Kec Kaliwiro Kab Wonosobo).
Pengantar(boten kawaos)
Nuwun para
miarsa wonten ing pundi papan panjenengan midhangetaken atur giaran punika,
kepareng sumela atur awit badhe kula waosaken setunggaling
pawarta lelayu.
Pawarta lelayu
punika kakintun dening Bapak Partono ingkang lenggah dedalem ing dusun Larangan
Kelurahan Kaliwiro Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo.
Dene pawarta punika
kabyawarakaken dhumateng sanak kadang ingkang dedalem ing tlatah
1. Kelurahan
Kaliwiro Kecamatan Kaliwiro Kab Wonosobo
2. Kemutug
Desa Tirip Kec Wadaslintang Kab Wonosobo
3. Desa
Gembongan Kecamatan Sigaluh Kab Banjarnegara
4. Utawi
ing pundi papan penjenengan saged midhangetaken atur giaran punika.
Isining pawarta
Sampun murud
ing kasedan jati nama pun Nur Hikmah binti Partono rikala ari Slasa surya
kaping 8 Maret 2011 ing Rumah sakit Margono Sukaryo Purwokerto karana gerah.
Rinancang layon kalawau badhe kapetak ing sasana laya dusun
Larangan Kelurahan Kaliwiro Kec Kaliwiro dinten Rebo surya kaping 9 Maret 2011
wanci tabuh 10.00(sedasa) wekdal Nuswantara imbang pacima.
Sambet kalayan
pawarta punika dhumateng para miarsa ingkang kaleres midhangetaken lan
priksa dateng kadang ingkang tinuju, kasuwun kanthi ikhlasing penggalih mugi
penjenengan kersa dumugekaken pawarta punika dhateng ingkang kawogan.
Nuwun
Panutup(boten kawaos)
Makaten lan
semanten pawarta lelayu ingkang saged kula aturaken. Kula sak pri kanca dherek
bela sungkawa awit sedanipun Ibu Nur Hikmah. Akanthi donga mugi arwah
ingkang sampun sowan wonten pengayunan dalem Gusti Allah kapapanaken ing papan
ingkang murwat kaliyan lelabetan. Nuwun.
Subscribe to:
Posts (Atom)